Minggu, 29 Januari 2012

Bakteriosin dari kultur starter bakteri asam laktat sebagai biopreservatif


Banyak strain BAL (bakteri asam laktat) dan Propionibacterium menghasilkan komponen protein yang disebut bakteriosin. Zat ini bersifat bactericidal pada sel dari strain lain misalnya pada bakteri Gram positif. Beberapa bakteriosin relatif mempunyai molekul yang besar dan labil pada panas, sedangkan bentuk yang lain adalah molekul kecil dan tahan panas.
Aksi bactericidal dari bakteriosin untuk melawan sel yang sensitif akan dihasilkan melalui destabilisasi dari fungsi membran sebagai keseimbangan barier dan generator energi. Beberapa strain juga akan mengalami lisis. Sel penghasil bakteriosin akan mengalami ketahanan terhadap bakteriosin yang dihasilkannya sendiri, disebabkan memperoleh ketahanan protein yang spesifik. Bakteriosin ini pada umumnya sangat efektif melawan sel dari bakteri Gram positif yang lain. Akan tetapi,  beberapa strain hanya mempunyai host-range yang sempit sehingga aksi bactericidalnya hanya mempunyai kemampuan untuk melawan strain tertentu itu pun hanya kecil saja. Di lain pihak beberapa strain dapat efektif melawan strain yang besar dan species dari bakteri Gram positif dari beberapa genera. Nisin dan pediocin AcH (pediocin PA-1) adalah contoh dari bakteriosin yang mempunyai host-range yang besar. Strain-strain yang sensitif mempunyai kepekaan berbeda pada hal pada satu bakteriosin. Terlihat pada dua strain dari Listeria monocytogenes, strain Scott A dapat lebih sensitif daripada strain CA pada konsentrasi yang sama dari nisin.
Efek bactericidal dari bakteriosin adalah relatif stabil pada temperatur tinggi. Pemanasan pada 100oC selama 10 menit, nisin dan pediocin AcH kehilangan aktivitasnya 30 dan 10%. Sementara pada pemanasan 121oC (15 menit) menurunkan aktivitas bakteriosinnya sebanyak 25- 50%. Aktivitas sangat stabil pada pH. asam, akan tetapi dapat dihancurkan pada pH 9.0 atau lebih khususnya bila dengan pemanasan. 

-AWH-290112

Sabtu, 21 Januari 2012

Biopreservatif pada bahan pangan


Produk makanan olahan yang dihasilkan oleh ternak (susu, daging dan telur), buah dan sayuran, serta ikan  merupakan produk pangan yang berisiko tinggi (high risk food) terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme, fisik, kimia atau kombinasi diantaranya. Kerusakan pangan tersebut dapat mengakibatkan bahan tersebut menjadi cepat busuk, berbahaya bagi kesehatan manusia, tidak tahan disimpan lama dan sangat berbahaya pada saat peredarannya. Banyak hal dilakukan untuk penyimpanan dan pengawetan produk pangan termasuk agar tidak cepat rusak, misalnya penyimpanan pada temperatur dingin (refrigerator, freezer), pemrosesan pada temperatur tinggi (pemasakan, pasteurisasi dan sterilisasi), irradiasi, kontrol kelembaban, pH, penambahan bahan kimia (garam, gula, asam), fermentasi, pengemasan dan perubahan pada gas atmosphere.






Penggunaan bahan pengawet dengan metoda biologik yang dikenal dengan nama biopreservatif mulai digunakan pada akhir-akhir ini, dimana mempergunakan mikroorganisme atau hasil metabolitnya sebagai antimikrobial agen. Faktor utama biopreservasi ini ialah pada seleksi prosedurnya harus benar dimana karakteristik dari produk pangan yang akan diawetkan dan karakteristik dari mikroorganisme yang akan digunakan sebagai bahan pengawetnya harus dipertimbangkan. Faktor lain adalah pandangan dan penerimaan konsumen pada produk pangan yang diawetkan dengan biopreservatif tersebut akankah berakibat pada keamanan pangan itu sendiri dan juga harga yang harus dibayarnya.
Sejak zaman dahulu (ribuan tahun lalu) secara tradisonal telah banyak diketahui tentang produksi asam laktat dan asam asetat yang dihasilkan oleh mikroba yang banyak dipergunakan sebagai penghasil rasa asam pada produk fermentasi. Akan tetapi, kemudian pada tahun 1980-an banyak peneliti yang tertarik untuk mempelajari bahwa kedua zat tersebut dapat berperan sebagai biopresevatif apabila dipakai pada produk pangan yang tidak terfermentasi. Oleh sebab itu timbul pemikiran kuat saat ini tentang pemakaian antimikrobial (hasil metabolit) dengan sengaja dipakai pada produk pangan yang tidak difermentasi untuk peningkatan stabilitas serta keamanan pada produk makanan.
Salah satu jenis bakteri penghasil metabolit yang telah banyak dimanfaatkan sebagai pengawet pangan adalah bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri yang memproduksi asam laktat, termasuk golongan bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, sel berbentuk batang atau bulat, baik tunggal, berpasangan atau berantai, kadang-kadang bentuk tetrad. BAL merupakan sebutan umum untuk bakteri yang memfermentasi gula seperti laktosa atau glukosa untuk menghasilkan sejumlah besar asam laktat. Keuntungan penggunaan BAL untuk industri adalah sifatnya yang non-patogenik, tidak membentuk toksin/memproduksi toksin, mikroaerofilik dan aerotoleran sehingga membutuhkan proses fermentasi yang sederhana, dapat tumbuh dengan cepat, dapat memfermentasi berbagai jenis substrat yang murah, dan pertumbuhannya mampu mencegah pembusukan dan kontaminasi oleh mikroba lain serta memproduksi bakteriosin. Bakteri asam laktat memproduksi asam organik (asam laktat, asam format, dan asam asetat), diasetil, hidrogen peroksida, karbondioksida, dan bakteriosin yang berpotensi untuk menghambat beberapa mikroorganisme lain. Sebagian besar bakteri asam laktat telah dilaporkan dapat menginaktivasi bakteri patogen serta menghambat pertumbuhan kapang dan beberapa substansi antibakteri telah berhasil diisolasi.

-AWH- 210112
 

Sabtu, 07 Januari 2012

Cocktail buah


COCKTAIL BUAH…………..
 LEZAT DAN BERGIZI DENGAN TEKNOLOGI PENGALENGAN YANG TEPAT


Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan dalam berbagai variasi bentuk, warna, rasa, maupun bau yang khas. Di pasaran, buah-buahan tidak hanya ditemukan dalam bentuk utuh dan segar. Namun seiring perkembangan teknologi pangan maka dapat ditemukan buah yang dikalengkan baik dalam bentuk potongan, hancuran buah (puree), manisan, cocktail, ataupun air buah (fruit juice).
Salah satu makanan yang saat ini banyak berkembang di pasaran adalah cocktail. Cocktail merupakan produk olahan buah-buahan yang diberi larutan gula dan biasanya dikemas dalam kemasan kaleng atau gelas. Produk ini dapat tahan beberapa bulan sampai beberapa tahun. Sifat awet produk ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu penggunaan larutan gula dengan konsentrasi tinggi, pH produk yang rendah (pH <4.5), perlakuan proses panas (thermal process) dan pengemasan yang tertututp rapat.
Pada pembuatan produk cocktail biasanya ditambahkan larutan gula yang secara tidak langsung dapat menjadi pengawet. Gula yang bersifat higroskopis dapat mengikat air sehingga dapat menurunkan aktivitas air (Aw) produk, sehingga menyebabkan mikroba pembusuk sulit untuk tumbuh. Selain itu, pada cocktail biasanya juga ditambahkan asam organik untuk menambah rasa asam apabila buah-buahan yang digunakan tidak cukup asam. Selain memberi rasa, penemabahan asam ini akan menurunkan pH produk hingga mencapai 4-4.5. Dengan pH yang rendah ini mikroba (terutama bakteri) akan sulit untuk tumbuh.
Pengolahan pangan dengan menggunakan proses panas (thermal process) merupakan metode pengolahan yang telah lama digunakan untuk mengawetkan berbagai produk pangan. Pemanasan dapat mengawetkan makanan karena panas dapat membunuh atau memusnahkan mikroba pembusuk dan dapat menyebabkan inaktivasinya enzim-enzim perusak sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan.
Pengalengan makanan merupakan suatu proses pengawetan makanan dengan mengemas bahan makanan tersebut di dalam wadah kaleng yang ditutup secara hermetis sehingga kedap udara, dipanaskan sampai suhu yang cukup untuk menghancurkan mikroorganisme pembusuk dan patogen di dalam bahan untuk kemudian didinginkan dengan cepat untuk mencegah terjadinya overcooking dari bahan makanan serta menghindari aktifnya kembali mikroorganisme tahan panas.
Sterilisasi dalam pengalengan bertujuan untuk mencapai kondisi steril komersial, yaitu kondisi dimana semua mikroba patogen telah dihancurkan dengan menyisakan spora yang inaktif atau tidak mampu lagi melakukan aktivitas biologis pada kondisi penyimpanan normal. Dalam memilih dan menetapkan proses termal, sifat keasaman bahan pangan harus dipertimbangkan. Sifat ini berhubungan dengan daya tahan mikroba terhadap proses pemanasan. Mikroba atau spora paling tahan terhadap pemanasan pada substrat yang memiliki pH netral. Kenaikan keasaman atau kebasaan dapat mempercepat pemusnahan oleh panas, akan tetapi perubahan pH ke arah asam lebih efektif daripada perubahan ke arah basa. Clostridium botulinum merupakan bakteri patogen anaerob pembentuk toksin (toksin botulin) paling berbahaya yang tidak dapat menghasilkan toksin pada pH 4.5 atau lebih rendah. Sehingga titik tersebut dijadikan batas klasifikasi bahan pangan berdasarkan siat keasamannya.
Proses pembuatan cocktail buah dengan teknologi sterilisasi dan pengalengan yang tepat dapat dilihat sebagai berikut:
  1. Pencucian (washing)
 Pencucian dapat dilakukan dengan perendaman dalam air (kalau perlu dengan air panas), dengan penyemprotan ataupun dengan alat pencuci dengan segala perlengkapannya.
  1. Pengupasan (peeling)
Pengupasan dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan bagian-bagian bahan yang tidak dikehendaki (undiserable) maupun bahan yang tidak berguna atau tidak dapat dimakan (inedible). Pengupasan kulit dapat dilakukan dengan penggosokkan, dengan pemberian air panas atau diberikan suatu larutan alkali. Kemudian perlu diadakan pencucian kembali untuk menghilangkan bagian yang tidak diinginkan.
  1. Pemasakan pendahuluan (blanching)
 Blanching dapat dilakukan dengan air mendidih ataupun uap dan segera setelahnya perlu didinginkan. Tidak semua buah perlu diadakan blanching.
Tujuan blanching adalah:
-          sedikit mengurangi besar volume (bulk) dari bahan
-          menghilangkan beberapa flavor yang tak dikehendaki
-          mengeluarkan udara, gas dalam bahan yang akan menimbulkan kerusakan
-          membantu mudah terkelupasnya kulit, jaringan-jaringan menjadi lebih lunak
-          membantu pengawetan, karena berbagai mikroorganisme akan mati
-          menginaktivasi enzim-enzim tertentu dalam bahan
-          mempertahankan warna dan flavor bahan
-          membantu dan memudahkan perlakuan selanjutnya.
Di dalam pengalengan fungsi blanching adalah untuk melayukan jaringan tanaman agar mudah dikemas, menghilangkan gas dari dalam jaringan, menginaktifkan enzim, menghilangkan rasa mentah, mempermudah pemotongan, mempermudah pengupasan, memberikan warna yang dikehendaki dan menaikkan suhu awal bahan sebelum disterilisasi.
  1. Pengisian (filling, packing)
Buah yang telah disiapkan segera dimasukkkan ke dalam wadah yang telah disiapkan. Sebelumnya wadah harus dalam keadaan bersih dan bebas dai penyebab utama mikroorganisme yang disterilkan. Pengisian dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengisi. Kadang dalam pengisian ini setelah bahan dimasukkan ditambahkan bahan tambahan baik sebagai bahan pengawet atau memperbaiki kualitas produknya. Pemberian sirup, pemberian garam atau zat tambahan (food additives) lain dilakukan setelah pengisian bahan tersebut.
  1. Exhausting
Exhausting adalah mengeluarkan gelembung udara yang ada di dalam bahan. Biasanya dengan cara mengosongkan udara (vakum). Dengan keadaan vakum maka akan terjadi adanya keluaran gas-gas lain yang tidak dikehendaki (udara yang mengandung oksigen akan memberikan reaksi oksidatif baik terhadap bahan ataupun wadahnya), memperkecil terjadinya korosi kaleng, menghilangkan kemungkinan terjadinya kontaminasi mikroorganisme serta memudahkan penutupan kaleng. Kecepatan exhausting dapat diatur dengan mengatur kecepatan konveyor pada exhauster. Wadah bahan harus ditutup sesegera mungkin begitu keluar dari exhaust box agar udara dari luar tidak masuk ke dalam wadah dan menghindari kontaminasi. Kemudian dilakukan seaming terhadap kaleng agar kaleng tertutup rapat dan tidak bocor. Seaming dilakukan dengan menggunakan alat double seamer. Kaleng yang berisi bahan pangan setelah diseaming, selanjutnya disterilisasi di dalam retort. Retort adalah suatu bejana yang tertutup dan tahan tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh uap yang berasal dari suatu sumber di luar retort. Perlakuan vakum dapat dilakukan dengan cara memberikan panas pada kaleng, dengan bahan sebelum ditutup, dengan memompa udara di atas bahan, atau memasukkan uap kedalam kaleng (terutama diatas head-space). Head space adalah ruang hampa diantara permukaan atas bahan dan tutup kaleng.
  1. Penutupan (closing, sealing)
Segera setelah dilakukan exhausting , kaleng diadakan penutupan. Diusahakan secepat mungkin agar tidak ada udara lagi di antara bahan dan penutupnya. Demikian pula dengan segera ditutupi tidak mungkin bahan terkena mikroorganisme perusak atau lain masuk ke dalamnya. Penutupan dikerjakan dengan mesin penutup kaleng.
  1. Pemasakan (cooking, sterilisasi)
Pemasakan dimaksudkan memberi panas tertentu dalam periode waktu tertentu pada badan kaleng yang telah ditutup dan terisi. Pemasakan (sterilisasi) harus dijaga agar jangan sampai merusak bahan  yang telah dikalengkan. Pemasakan dapat dilakukan dengan air mendidih atau memasukkan uap dengan tekanan pada suatu tangki tertutup (retort) dan lain-lain. Pemanasan dengan suhu tertentu dan periode tertentu pula. Lama dan suhu yang digunakan tergantung pada bahan yang dikalengkan dan ukuran kaleng. Biasanya jenis buah-buahan pemasakan suhu air mendidih (100oC) selama 15-30 menit. Penetapan kecukupan proses termal didasarkan atas dua faktor, (1) ketahanan panas mikroba, yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk memusnahkan mikroba yang harus diketahui dalam setiap produk; (2) kecepatan panas berpenetrasi ke dalam produk pangan yang dikemas selama proses termal. Ketahanan panas mikroba tergantung pada target mikroba yang harus dibunuh, dimana diperlukan data D dan Z untuk menentukan waktu yang diperlukan untuk membunuhnya hingga mencapai level tertentu. Nilai D menyatakan ketahanan panas mikroba atau sensitifitas mikroba oleh suhu pemanasan. Nilai D didefinisikan sebagai waktu dalam menit pada suhu tertentu yang diperlukan untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetatif tertentu sebesar 90% atau satu logaritmik. Setiap mikroba memiliki nilai D pada suhu tertentu. Semakin besar nilai D suatu mikroba pada suhu tertentu, maka semakin tinggi ketahanan panas mikroba tersebut pada suhu yang tertentu. Nilai D dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu maka nilai D semakin kecil. Artinya, semakin tinggi suhu pemanasan, maka waktu yang diperlukan untuk menginaktivasi mikroba akan semakin pendek. Nilai D dari setiap mikroba memiliki sensitifitas yang berbeda terhadap perubahan suhu. Sensitifitas nilai D terhadap suhu sering dinyatakan dengan nilai Z, yaitu perubahan suhu yang diperlukan untuk merubah nilai D sebesar 90% atau 1 siklus logaritma.

Pengukuran penetrasi panas dilakukan pada bagian retort yang paling lambat menerina panas, yaitu ditentukan dengan cara mengukur distribusi panas. Titik terdingin menjadi perhatian penting dalam proses termal, karena apabila titik terdingin telah mendapat pemanasan yang cukup, maka titik-titik lain dalam kemasan dianggap sudah mendapat panas yang mencukupi pula. Penentuan titik terdingin produk dapat diperkirakan dari sifat perambatan panas yang terjadi (konveksi atau konduksi), bentuk kemasan dan ukuran headspace.

Proses pindah panas secara konveksi dimulai dari pindah panas secara konduksi saat menembus dinding kaleng dan mengenai cairan di bagian dinding kaleng. Hal ini menyebabkan suhu cairan pada dinding kaleng meningkat dan densitasnya menurun sehingga cairan akan bergerak ke atas. Pada saat cairan ini menyentuh cairan di bagian headspace, cairan ini akan bergerak ke bagian pusat kaleng. Sementara itu cairan yang lebih dingin akan bergerak menggantikan daerah di bagian dinding kaleng. Selama proses pindah panas ini, suhu cairan akan semakin seragam dan menyebabkan driving force akan semakin kecil, sehingga kecepatan pergerakan fluida akan semakin menurun. Dalam proses pindah panas secara konduksi, panas akan merambat dari dinding kaleng ke pusat kaleng dari segala arah. Dengan demikian, titik terdinginnya akan berada di pusat kemasan.
Untuk kasus kemasan berbentuk silinder (misalnya kaleng), titik terdingin untuk produk pangan berbentuk cair yang mengalami pindah panas secara konveksi akan berada di titik tengah di 1/3 ketinggian kaleng bagian bawah kemasan. Sedangkan untuk produk pangan berbentuk padat yang mengalami pindah panas secara konduksi, titik terdingin akan berada di titik tengah pusat kaleng. Oleh karena itu, ujung termokopel dipasangkan dipasangkan pada bagian-bagian tersebut.
Selama proses sterilisasi berlangsung, akan terjadi perubahan suhu retort terhadap waktu yang dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase pemanasan (heating), dimana suhu retort meningkat sehingga tercapai suhu yang diinginkan; (2) fase holding, yaitu mempertahankan suhu retort pada suhu proses yang diinginkan; (3) fase pendinginan (cooling), yaitu menurunkan suhu retort pada suhu tertentu.
Pada kenyataannya, suhu bahan pangan di dalam retort akan mencapai suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu retortnya (TR), karena panas harus berpenetrasi ke wadah dan mencapai titik terdinginnya. Suhu retort berangsur-angsur meningkat hingga mencapai suhu yang diinginkan, yaitu 250oF. Setelah mencapai suhu tersbut, suhu retort dipertahankan selama beberapa waktu (holding), kemudian didinginkan (cooling). Suhu kalengpun meningkat selama proses pemanasan, tetapi selalu lebih rendah dibanding suhu retortnya (pada waktu tertentu akan mendekati suhu retort).
Proses termal dalam pengolahan pangan perlu dihitung agar kombinasi suhu dan waktu yang diberikan dalam proses pemanasan cukup untuk memusnahkan bakteri termasuk sporanya, baik yang bersifat pathogen maupun yang bersifat membusukkan. Kecukupan proses termal untuk membunuh mikroba target hingga pada level yang diinginkan dinyatakan dengan nilai Fo. Secara umum nilai Fo didefinisikan sebagai waktu (biasanya dalam menit) yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba target hingga mencapai level tertentu pada suhu tertentu. Nilai Fo biasanya menyatakan waktu proses pada suhu standar. Misalnya suhu standar dalam proses sterilisasi adalah 121.1oC (250oF), sehingga nilai Fo sterilisasi menunjukkan waktu sterilisasi pada suhu standar 121.1oC.
  1. Pendinginan (cooling)
Keluar dari pemasakan, wadah harus segera didinginkan. Pendinginan ini dimaksudkan agar tidak terjadi permasakan berlebihan (overcoking) pada bahan yang berada di dalam wadahnya. Pemanasan yang berlebihan akan merusak struktur dan tekstur dari bahan yang dikalengkan.
Setelah didinginkan dengan cara dicelupkan di dalam air dingin dalam beberapa waktu, segera ditiriskan untuk menghilangkan air yang menempel pada wadah.

Produk cocktail yang dibuat dengan menggunakan teknologi sterilisasi dan pengalengan yang tepat akan memberikan hasil yang lebih baik, diantaranya kandungan nutrisi yang dapat dipertahankan, tekstur buah yang lebih baik, dan lebih tahan lama tentunya karena proses termal yang tepat dapat mengurangi kemungkinan kerusakan produk oleh mikroorganisme pembusuk.

-AWH-070112