Sabtu, 21 Januari 2012

Biopreservatif pada bahan pangan


Produk makanan olahan yang dihasilkan oleh ternak (susu, daging dan telur), buah dan sayuran, serta ikan  merupakan produk pangan yang berisiko tinggi (high risk food) terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme, fisik, kimia atau kombinasi diantaranya. Kerusakan pangan tersebut dapat mengakibatkan bahan tersebut menjadi cepat busuk, berbahaya bagi kesehatan manusia, tidak tahan disimpan lama dan sangat berbahaya pada saat peredarannya. Banyak hal dilakukan untuk penyimpanan dan pengawetan produk pangan termasuk agar tidak cepat rusak, misalnya penyimpanan pada temperatur dingin (refrigerator, freezer), pemrosesan pada temperatur tinggi (pemasakan, pasteurisasi dan sterilisasi), irradiasi, kontrol kelembaban, pH, penambahan bahan kimia (garam, gula, asam), fermentasi, pengemasan dan perubahan pada gas atmosphere.






Penggunaan bahan pengawet dengan metoda biologik yang dikenal dengan nama biopreservatif mulai digunakan pada akhir-akhir ini, dimana mempergunakan mikroorganisme atau hasil metabolitnya sebagai antimikrobial agen. Faktor utama biopreservasi ini ialah pada seleksi prosedurnya harus benar dimana karakteristik dari produk pangan yang akan diawetkan dan karakteristik dari mikroorganisme yang akan digunakan sebagai bahan pengawetnya harus dipertimbangkan. Faktor lain adalah pandangan dan penerimaan konsumen pada produk pangan yang diawetkan dengan biopreservatif tersebut akankah berakibat pada keamanan pangan itu sendiri dan juga harga yang harus dibayarnya.
Sejak zaman dahulu (ribuan tahun lalu) secara tradisonal telah banyak diketahui tentang produksi asam laktat dan asam asetat yang dihasilkan oleh mikroba yang banyak dipergunakan sebagai penghasil rasa asam pada produk fermentasi. Akan tetapi, kemudian pada tahun 1980-an banyak peneliti yang tertarik untuk mempelajari bahwa kedua zat tersebut dapat berperan sebagai biopresevatif apabila dipakai pada produk pangan yang tidak terfermentasi. Oleh sebab itu timbul pemikiran kuat saat ini tentang pemakaian antimikrobial (hasil metabolit) dengan sengaja dipakai pada produk pangan yang tidak difermentasi untuk peningkatan stabilitas serta keamanan pada produk makanan.
Salah satu jenis bakteri penghasil metabolit yang telah banyak dimanfaatkan sebagai pengawet pangan adalah bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri yang memproduksi asam laktat, termasuk golongan bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, sel berbentuk batang atau bulat, baik tunggal, berpasangan atau berantai, kadang-kadang bentuk tetrad. BAL merupakan sebutan umum untuk bakteri yang memfermentasi gula seperti laktosa atau glukosa untuk menghasilkan sejumlah besar asam laktat. Keuntungan penggunaan BAL untuk industri adalah sifatnya yang non-patogenik, tidak membentuk toksin/memproduksi toksin, mikroaerofilik dan aerotoleran sehingga membutuhkan proses fermentasi yang sederhana, dapat tumbuh dengan cepat, dapat memfermentasi berbagai jenis substrat yang murah, dan pertumbuhannya mampu mencegah pembusukan dan kontaminasi oleh mikroba lain serta memproduksi bakteriosin. Bakteri asam laktat memproduksi asam organik (asam laktat, asam format, dan asam asetat), diasetil, hidrogen peroksida, karbondioksida, dan bakteriosin yang berpotensi untuk menghambat beberapa mikroorganisme lain. Sebagian besar bakteri asam laktat telah dilaporkan dapat menginaktivasi bakteri patogen serta menghambat pertumbuhan kapang dan beberapa substansi antibakteri telah berhasil diisolasi.

-AWH- 210112
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar